Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran
memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah.
Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan
tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya kesekolah,
pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat
berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005).
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik
tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru
perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya
mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian
siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang mampu mengisi
lapangan kerja dan siap berwirausaha.
Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih
sayang, tempat untuk belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini
dekat dengan tindak kekarasan dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan
sikap-sikap intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral,
justru telah dicoreng oleh segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak
bertanggung jawab. Realitas ini mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera
melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan
pelurusan kembali atas pemahaman dalam memposisikan profesi guru.
Kesalahan
guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru
secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya
sama-sama membawa kepentingan dan saling membutuhkan, yakni guru dan siswa,
menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat
memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari
sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak didalamnya mudah
frustasi lantas mudah melampiaskan ketidakpuasan dengan cara-cara yang tidak
benar.
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak
dikaji adalah: Bagaimana sikap dan perilaku guru yang profesional itu? Mengapa
sikap dan perilaku guru bisa menyimpang?
Konsep Dasar Sikap dan Perilaku
Walgito (1990) menjelaskan bahwa, sikap adalah
gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan
tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam
Azwar (2002) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau
emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi.
Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu
senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau
menjauhi/menghindari sesuatu.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap
adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk
menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya
dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.
Struktur
sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga komponen yang terdiri atas:
1. Komponen
kognitif
Komponen ini
berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal
tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap.
2. Komponen
afektif
Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau
emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang atau
tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif..
komponen ini menunjukkan ke arah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen
afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek
sikap (Azwar, 2002:26), secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan
yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali
sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.
3. Komponen
konatif
Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk
bereaksi, bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas
sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang
terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen
yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan
tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang
menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi
persepsi pemahaman terhadap objek sikap. Hasil pemahaman sikap individu
mengakui dapat menimbulkan keyakinan-keyakinan tertentu terhadap suatu objek
yang dapat berarti atau tidak berarti. Dalam setiap individu akan berkembang
komponen afektif yang kemudian akan memberikan emosinya yang mungkin positif
dan mungkin negatif. Bila penilaiannya positif akan menimbulkan rasa senang,
sedangkan penilaian negatif akan menimbulkan perasaan tidak senang. Akhirnya
berdasarkan penilaian tersebut akan mempengaruhi konasinya, melalui inilah akan
mendapat diketahui apakah individu ada kecenderungan bertindak dalam bertingkah
laku, baik hanya secara lisan maupun bertingkah laku secara nyata.
Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka
karya, bahkan melalui pendidikan formal maupun menyekolahkan guru pada tingkat
yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan
banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang
menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi
positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang
mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan
kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam
pembelajaran, ada tujuh kesalahan antara lain:
- mengambil
jalan pintas dalam pembelajaran,
- menunggu
peserta didik berperilaku negatif,
- menggunakan
destruktif discipline,
- mengabaikan
kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,
- merasa
diri paling pandai di kelasnya,
- tidak
adil (diskriminatif), serta
- memaksakan
hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka
seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi
tersebut tertuang dalam Undang Undang Dosen dan Guru, yakni:
- kompetensi
pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
- kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia,
arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
- kompetensi
profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
- kompetensi
sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif.
Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk
reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi
dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk
nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan, tidak menyenangkan, yang
kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2002:
15).
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata
seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam
Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan
bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali
jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh
sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Mulyasa 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa
sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari,
diantaranya: Pertama, menyiapakan
tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa
secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan
budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action
exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya
menjaga image dalam bersikap dan
berperilaku. Ketiga, Budi pekerti
dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Keempat, adanya kerjasama dan interaksi
yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.
Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari
universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran,
promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 %
disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie,
2005:62). Namun sayangnya justru
kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi
pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini
dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi,
bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan
semakin sulit untuk diatasi.
Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru
dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap
dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas
pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:
kasih sayang,
penghargaan,
pemberian ruang untuk mengembangkan
diri,
kepercayaan,
kerjasama,
saling berbagi,
saling memotivasi,
saling mendengarkan,
saling berinteraksi secara positif,
saling menanamkan nilai-nilai moral,
saling mengingatkan dengan ketulusan
hati,
saling menularkan antusiasme,
saling menggali potensi diri,
saling mengajari dengan kerendahan
hati,
saling menginsiprasi,
saling menghormati perbedaan.
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan
16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang
luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.
C. Faktor
Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang
Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak
bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah
dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak
bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang
harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya
tidak boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan
berbagai potensi itu. Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya
menyimpang karena dipengaruhi beberapa faktor.
Pertama, adanya malpraktik (meminjam
istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah, miskonsep. Guru salah
dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun
pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran.
Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa
secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional
guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik,
mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan
guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.
Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti
di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun
ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai
mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat
siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi
pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi
oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang diungkapkan Plato dalam “Tipologo Plato“, bahwa fungsi jiwa ada
tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala,
kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian
bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu sumber
kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan menahan
hawa nafsu.
Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan
menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu,
akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat berpikir bijak. Agar
pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor
tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga
kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.
Berikut ini ada 10 penyakit yang harus dihandari oleh
seorang guru:
1. TIPUS : Tidak
punya selera
Ketika lonceng tanda masuk telah berbunyi,
guru yang mempunyai gejala tipus, masih berpur-pura mempersiapkan diri mencari
buku-buku persiapan mengajar. Setelah itu mencari teman sejawat yang juga masuk
kelas bersamaan pada jam tersebut untuk diajak ngobrol terlebih dahulu. Hal
tersebut terjadi karena guru tidak mempunyai persiapan yang matang sebelum
masuk kelas.
2. MUAL : mutu amat
lemah
Tanda-tanda mual ini dapat dari kepemilikan sumber bacaan dan sumber informasi
yang dimiliki guru, bahan refrensi pembelajaran sudah ketinggalan jaman, dan
banyak guru yang alergi dengan bahasa inggris. Bahasa Inggris sebagai bahasa
internasional tidak bisa dielakkan..
3. KUDIS : Kurang
disipilin
Pemanfaatan
waktu yang kurang efektif saat berinteraksi dengan peserta didik, tak jarang
KUDIS ini menyebabkan kegiatan pembelajara selesai sebelum lonceng keluar
dibunyikan.
4. ASMA : Asal masuk
kelas
Banyak yang
beranggapan bahwa kalau guru masuk kelas tidak membawa buku adalah guru yang
hebat, padahal setiap kegiatan pembelajaran siswa selalu mengalami perkembangan
sesuai kemajuan informasi dan teknologi, dan guru tidak menyadari bahwa
informasi yang diperoleh peserta didik sudah melebihi pengetahunan dan
keterampilan yang dimiliki guru.
5. TBC : Tak bisa
computer
Penyakit ini
dapat dilihat pada pelaksanaan Uji Kompetnsi Guru, dari kemampuan menjinakkan
mouse di depan komputer, membuka internet, dan mengaskes materi pembelajaran.
6. KUSTA : Kurang
strategi
Strategi
pembelajaran merupakan hasl yang sangat penting dalam belajar. Secara umum guru
kurang menguasai strategi belajar sehingga banyak siswa yang keluar-masuk saat
dia mengajar adalah salah satu ciri penderita kusta.
7. KRAM : Kurang
terampil
Keterampilan
seorang guru dalam mengelola kelas, belumlah cukup untuk mencapai hasil belajar
yang maksimal. Kemampuan individual guru dalam penguasaan materi, penggunaan
alat-alat laboratorium dan evaluasi yang tepat adalah factor utama dalam pembelajaran.
8. ASAM URAT: Asal Sampai materi kurang akurat
Penyakit
asam urat terjadi bila saluran pembulut darah mengalami gangguan, demikian juga
guru yang merupakan yang saluran informasi kepada siswa mengalami gangguan,apa
yang terjadi? Guru tidak memiliki motivasi, tanggungjawab moral atau social
sehingga pembelajaran hanya berupa informasi sekilas untuk mencapai target
kurikulum.
9. LESU : Lemah sumber
Bila sebuah
rangkaian listrik mengalami lemah sumber arus tak akan dapat menghidukan bola lampu
yang jauh diatas gunung atau tak akan dapat mengihupkan motor listrik, akan
mengakibatkan kerusakan pada system. Demikan halnya dalam belajar jika sumber
lemah akan mengakibatkan perbedaan penafsiran, atau tidak bermanfaat sama
sekali bagi peserta didik.
10. DIARE : dikelas anak-anak diremehkan
Mari para
guru kita hindari penyakit-penyakit di atas Ada yang punya daftar penyakit lain
yang harus dihindari? Silahkan sampaikan di kolom komentar. Dipastikan
kesebelas penyakit di atas bisa menular dan sangat berbahaya bagi masa depan
pendidikan di negeri kita, untuk itu waspadalah jangan sampai salah satu dari
sebelas penyakit itu ada pada kita, dan jika memang sudah ada segera obati
datangai dokter spesialis penyakit guru, perbanyak belajar, baca buku-buku
bermutu, tingkatkan disiplin, sebelum masuk kelas lakukan persiapan sematang
mungkin, pilih strategi dan metode yang cocok dengan materi ajar yang akan
disampaikan, sekali-kali pergunakan media pembelajaran multimedia berbasis IT
untuk membuktikan bahwa kita sebagai guru tidaklah gaptek dan memiliki
keterampilan yang memadai. Dan dengan demikian materi yang kita sampaikan akan
tepat sasaran karena diawali dengan penggunaan metode dan strategi yang tepat,
libatkan anak untuk menyelesaikan masalah dan untuk menemukan materi yang
diajarkan, jangan remehkan kemampuan anak, bahkan mungkin penemuan anak secara
langsung akan materi ajar yg sedang dipelajari jauh akan membekas dalam ingatan
daripada materi yang dijejali oleh guru.
Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di
dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu
membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu
mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia
Indonesia seutuhnya.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan
perilaku guru yang profesional adalah mampu menjadi teladan bagi para peserta
didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan
potensi para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang profesional mencakup
enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut, yakni
kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan,
saling berinteraksi secara positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling
mengingatkan dengan ketulusan hati, saling menularkan antusiasme, saling
menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati, saling
menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.
Sikap dan perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor yang mempengaruhinya berupa faktor eksternal dan internal. Oleh
karena itu pendidik harus mampu mengatasi apabila kedua faktor tersebut
menimbulkan hal-hal yang negatif.
Rujukan:
1. Azwar S. 2002. Sikap
Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2. Undang Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Quantum
Teaching.
3. Mulyasa.E. 2005. Menjadi
Guru Profesional. Bandung, Remaja Rosdakarya.
4. Walgito,
Bimo 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar.
Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM