Sabtu, 14 Desember 2013

SKP (Sasaran Kerja Pegawai) Sebagai Pengganti DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) PNS

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 memberikan pengertian bahwa Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai aparatur negara, tentunya pegawai negeri sipil mempunyai tugas yaitu tugas pemerintahan dan pembangunan. Atas dasar tersebut setiap pegawai negeri sipil dituntut untuk dapat memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan dengan baik maka dibutuhkan pegawai negeri sipil yang profesional, jujur, adil dan bertanggung jawab. DP3 PNS Pegawai negeri sipil sebagai abdi negara mengemban tanggung jawab yang besar demi kelancaran pembangunan bangsa. Untuk menghasilkan pegawai yang profesional, jujur, adil dan bertanggung jawab seperti yang diamanatkan oleh undang-undang diperlukan adanya pembinaan PNS. Sebagai langkah awal dalam melakukan pembinaan diperlukan adanya penilaian terhadap kinerja PNS. Penilaian ini nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pembinaan PNS, antara lain dalam hal mempertimbangkan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, pemindahan, pendidikan dan pelatihan, kenaikan gaji berkala, dan lain-lain. Sejauh ini, untuk menilai kinerja seorang pegawai negeri sipil dibuat dalam bentuk Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri sipil merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan seorang pegawai. Penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri sipil ini dituangkan dalam bentuk Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil atau yang lebih dikenal dengan DP3 PNS dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979. Pada kenyataannya, DP3 PNS yang notabene adalah daftar penilaian yang dalam penilaiannya menggunakan azas tertutup sering dipertanyakan objektivitasnya, karena penilaiannya yang bersifat rahasia dan si penilai mempunyai otoritas yang mutlak dalam menilai kinerja seseorang. Dengan penilaian yang bersifat rahasia tersebut, mungkin saja pegawai yang dinilai kurang puas terhadap hasil penilaian karena tidak adanya indikator yang digunakan secara jelas. Untuk kondisi saat ini, ada banyak hal yang membuat DP3 tidak sesuai untuk dilaksanakan dalam menilai kinerja PNS. Salah satunya adalah DP3 cenderung menilai kinerja PNS hanya dari sudut pandang si penilai bukan atas dasar prestasi kerja. Lebih lanjut Mamat (Mamat , 2012 : 73) mengatakan bahwa di dalam melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan metode daftar DP3 ini, kadang-kadang terjadi penyimpangan yang biasanya dilakukan oleh penilai seperti : 1. The hallo effect merupakan kesan sesaat yang dapat menyesalkan dalam memberikan penilaian. 2. The error of central tendency merupakan kecenderungan untuk membuat penilaian rata-rata. 3. The leniency and swictness biases, terjadi apabila standar penilaiannya sendiri tidak jelas. 4. Personal prejudice merupakan ketidaksenangan penilai terhadap seseorang yang dapat mempengaruhi penilaian. Secara garis besar, DP3 tidak dapat digunakan dalam menilai dan mengukur seberapa besar produktivitas dan kontribusi PNS terhadap organisasi. Hal ini disebabkan penilaian prestasi kerja pegawai dengan menggunakan metode DP3 tidak didasarkan pada target tertentu. Karena pengukuran dan penilaian prestasi kerja tidak didasarkan pada suatu target tertentu, maka proses penilaian cenderung bersifat subyektif. Dalam hal atasan langsung pun sebagai pejabat penilai, ia hanya sekedar menilai dan belum tentu memberi klarifikasi dari hasil penilaian serta tindak lanjut penilaian terhadap pegawai yang dinilai. SKP Melihat banyaknya kelemahan-kelemahan yang ada pada sistem penilaian PNS dalam bentuk DP3 tersebut, sekaligus sebagai pengejawantahan pasal 12 dan pasal 20 UU Nomor 43 Tahun 1999, maka pemerintah mencoba membuat cara baru dalam menilai prestasi kerja PNS yaitu dengan menggunakan pendekatan metode Penilaian Prestasi Kerja. Pasal 20 UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian mengamanatkan bahwa tujuan dari penilaian prestasi kerja adalah untuk lebih menjamin objektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat. Pemerintah sendiri, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia sudah mengeluarkan aturan mengenai Sasaran Kerja Pegawai yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Penilaian prestasi kerja PNS merupakan suatu proses penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja PNS (Pasal 1 ayat 2 PP No. 46 Tahun 2011). Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kinerja PNS , yang dapat memberi petunjuk bagi manajemen dalam rangka mengevaluasi kinerja unit dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Penilaian prestasi kerja PNS menggabungkan antara penilaian Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil dengan Penilaian Perilaku Kerja. Penilaian prestasi kerja tersebut terdiri dari dua unsur yaitu SKP (sasaran kerja pegawai) dan Perilaku Kerja dengan bobot penilaian masing-masing unsur SKP sebesar 60 % dan Perilaku Kerja sebesar 40 %. Hasil penilaian prestasi kerja PNS dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan. Secara umum, penilaian prestasi kerja PNS dibagi dalam 2 (dua) unsur yaitu : 1. Sasaran Kerja Pegawai (SKP) merupakan rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS dan dilakukan berdasarkan kurun waktu tertentu. Sasaran kerja pegawai meliputi unsur : a. Kuantitas merupakan ukuran jumlah atau banyaknya hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai. b. Kualitas merupakan ukuran mutu setiap hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai. c. Waktu merupakan ukuran lamanya proses setiap hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai. d. Biaya merupakan besaran jumlah anggaran yang digunakan setiap hasil kerja oleh seorang pegawai. 2. Perilaku kerja merupakan setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh seorang PNS yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun unsur perilaku kerja meliputi : a. Orientasi pelayanan merupakan sikap dan perilaku kerja PNS dalam memberikan pelayanan kepada yang dilayani antara lain meliputi masyarakat, atasan, rekan sekerja, unit kerja terkait, dan/atau instansi lain. b. Integritas merupakan kemampuan seorang PNS untuk bertindak sesuai dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi. c. Komitmen merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk dapat menyeimbangkan antara sikap dan tindakan untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri sendiri, seseorang, dan/atau golongan. d. Disiplin merupakan kesanggupan seorang PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi sanksi. e. Kerja sama merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk bekerja sama dengan rekan sekerja, atasan, bawahan baik dalam unit kerjanya maupun instansi lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab yang diembannya. f. Kepemimpinan merupakan kemampuan dan kemauan PNS untuk memotivasi dan mempengaruhi bawahan atau orang lain yang berkaitan dengan bidang tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi. Disamping melakukan Kegiatan Tugas Jabatan yang sudah menjadi tugas dan fungsi pokoknya, apabila seorang pegawai memiliki tugas tambahan terkait dengan jabatannya, maka dapat dinilai dan ditetapkan menjadi tugas tambahan. Tugas tambahan pada dasarnya merupakan kegiatan pendukung tugas pokok yang dibebankan kepada pegawai untuk dilaksanakan. Seorang PNS yang melaksanakan tugas tambahan yang diberikan oleh pimpinan/ pejabat penilai yang berkaitan dengan tugas pokok jabatannya, maka hasilnya dapat dinilai sebagai bagian dari SKP (sasaran kerja pegawai). Dalam Penjelasan PP Nomor 46 Tahun 2011 Pasal (10) yang dimaksud dengan tugas tambahan adalah tugas lain atau tugas-tugas yang ada hubungannya dengan tugas jabatan yang bersangkutan dan tidak ada dalam SKP yang telah ditetapkan. Selain tugas tambahan, PNS yang telah menunjukkan kreatifitas yang bermanfaat bagi organisasi dalam melaksanakan tugas pokok jabatan, hasilnya juga dapat dinilai sebagai bagian dari capaian SKP (sasaran kerja pegawai). Pengertian kreativitas di sini maksudnya adalah kemampuan individu atau organisasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan mempunyai nilai manfaat bagi keberlangsungan organisasi. Penutup Secara umum, penilaian dengan menggunakan metode SKP jika dilihat dari sistem penilaiannya akan lebih efektif dibanding dengan metode DP3. Target yang akan dicapai secara jelas menggambarkan betapa SKP merupakan penilaian yang benar-benar didasarkan pada prestasi / kemampuan individu untuk mencapai tujuan organisasi sesuai kompetensi yang dimilikinya. Persoalannya adalah sudahkah setiap instansi pemerintah mensosialisasikan yang namanya SKP tersebut? Kiranya hal itu menjadi pertanyaan yang harus digaris bawahi supaya ketika saat diimplementasikan pada awal Tahun 2014 mendatang setiap PNS sudah mengerti dan tidak merasa asing terhadap apa yang disebut dengan SKP. Bahan Bacaan Buku Rahmat, Mamat. 2011. Sasaran Kinerja Pegawai. Jakarta : Pusdiklat Kepegawaian BKN. Mamat. 2006. Penilaian Pelaksana Pekerjaan PNS. Jakarta : Pusdiklat Kepegawaian BKN. Peraturan Perundang-undangan 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. sumber : http://birokrasi.kompasiana.com/2013/10/29/skp-sasaran-kerja-pegawai-sebagai-pengganti-dp3

Kamis, 12 Desember 2013

Hari Jadi Blora ke-264

Rabu 11 Desember 2013 merupakan puncak acara peringatan Hari Jadi Kabupaten Blora ke-264. Sekitar pukul 07.00 WIB, masyarakat sudah berjubel memadati aloon-aloon Blora. Tujuan mereka tidak lain hanya untuk menyaksikan Kirab Gunungan Kembar dan Parade Seni Budaya. Kirab Gunungan Kembar Hari Jadi Kabupaten Blora ke 264 yang diikuti oleh Bupati, Muspida, Camat dan Lurah/Kades se Kabupaten Blora dilanjutkan Karnaval Parade Seni Budaya yang diikuti perwakilan seluruh kecamatan dan para seniman se Kabupaten Blora. Meskipun cuaca panas, tidak menyurutkan semangat peserta untuk menari di depan panggung kehormatan. Bupati Blora Djoko Nugroho beserta istri, Wakil Bupati Blora Abu Nafi yang menyaksikan di depan panggung kehormatan sangat terhibur dengan penampilan dari perwakilan kecamatan dan pelajar tingkat SMP dan SMA. Mereka menampilkan tari kreasi yang terinspirasi oleh seni dan budaya masyarakat Blora. Seperti kecamatan Cepu yang menampilkan kisah Aryo Penangsang yang dibawakan oleh pelajar-pelajar SMP N 3 Blora. Beda dengan Kecamatan Jepon yang menampilkan tari Batik yang menceritakan sejarah Batik Jepon. Malam harinya akan menjadi pesta rakyat. Hal ini dikarenakan Resepsi Hari Jadi Kabupaten Blora yang biasanya digelar di pendopo rumah dinas Bupati Blora, tahun ini digelar di aloon-aloon Blora. Sejumlah acara juga akan digelar dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-264 Kabupaten Blora. Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Komunikasi dan Informatika (DPPKKI) Kab. Blora mengatakan Hari Jadi Kabupaten Blora akan menjadi pesta seluruh masyarakat Kabupaten Blora. "Sambil menyaksikan Koes Plus, masyarakat bisa makan dan minum tertentu yang dijual para pedagang Kaki Lima di aloon-aloon, akan ada 28 warung makanan yang digratiskan," ujarnya. Kepala DPPKKI Kab. Blora yang akarab disapa Mumuk menambahkan, tidak hanya sampai disitu, kemeriahan memperingati Hari Jadi Kabupaten Blora sejumlah kegiatan masih akan digelar selepas 11 Desember. Di antaranya konser grup musik Edane di kawasan alun-alun, Sabtu (14/12). Panggung pentas musik rock tersebut menurut rencana didirikan menghadap ke timur Jalan Pemuda. Pameran foto bertemakan Kearifan Lokal Blora juga digelar. Pameran yang diadakan di Mall Luwes 16-21 Desember itu menampilkan 60 foto yang menjadi nominator lomba foto Blora. Sementara itu, di GOR Mustika, 18-20 Desember digelar pameran usaha mikro kecil dan menengah. Dalam pameran tersebut dimeriahkan pula pemilihan putra-putri batik Blora tingkat TK, SD, SMP, SMA, umum serta dinas dan instansi. Sementara itu di tingkat kecamatan, peringatan Hari Jadi Kabupaten Blora dimeriahkan dengan pementasan wayang kulit di 16 kecamatan. (Ms-infoblora | DPPKKI Kab. Blora)

Kamis, 05 Desember 2013

Kenalan dengan Adobe Photoshop

photoshop.gifSiapa sih yang tak kenal dengan adobe photoshop? Software keren untuk pengolahan image yang gak diragukan lagi. Bisa photoshop apalagi sampai mahir, pasti gampang cari duit deh. Adobe Photoshop bisa membuat orang puas ( Ooh yes ), bisa membuat orang ngomong “kok bisa ya”, bisa membuat orang geleng-geleng kepala, dan bisa membuat orang membayar mahal. Itulah Adobe photoshop.
Keren kan.?

Ngomongin tentang Adobe photoshop, pasti fikiran kita langsung tertuju ke desain grafis. Ya iyaa lah… masa photoshop buat ngetik ? pasti ada deh dari pembaca yang ngomong dalem hati. :p

Photoshop memiliki tool-tool yang sangat banyak dan gak mungkin kita menghafalkan dalam beberapa menit, atau hari bahkan bulan. Tapi kalau kita terbiasa dengan tool-tool tersebut, wahh dijamin deh banyak yang cepet mahir. Ya… itu dia.. kuncinya cuman praktek!

Gimana cara prakteknya?
Download tutorial terus praktekan !

Kalau cuman baca buku dan langsung praktek, sebenernya bagus juga cuman kadang kita suka terpaku ke teori lagian kalo dibuku biasanya praktek yang dibahas cuman sedikit. Dulu aku rajin banget download tutorial-tutorial dari internet dan hasilnya lumayan banyak. Kebanyakan sih bahasa inggris. Tapi dengan mencoba dan meraba-raba bahasanya, bisa jalan juga.. toh biasanya di tutorial itu ada gambar-gambar nya, jadi sebeneranya gak jadi masalah.

Aku belajar Photoshop selama sekitar 2 bulan, dari nol! Sering ke warnet buat download tutorial, terus praktek sesuai petunjuk tutorial tersebut sampe bisa. Aku praktekin satu persatu, abis itu dicoba sekali lagi tanpa melihat tutorial. Karena terbiasa praktek jadi aku terbiasa dengan tool-tool di photoshop, bahkan sampe hafal fungsi-fungsi nya. Saking seneng nya waktu belajar kadang sampe lupa waktu, pernah belajar mulai jam 10 gak kerasa ujug-ujug udah pagi. Jadi idelanya kita seneng dulu sama photoshop trus belajar, supaya gak ada tekanan waktu belajarnya.

Masih mau belajar?? Kenal dulu sama Photoshop… Tak kenal maka tak sayang bukan?

Artikel Kenalan dengan Adobe Photoshop ini dipersembahkan oleh Tutorial Photoshop Gratis. Kunjungi Notes of Life. Atau pesan pembuatan Photo Slide Show Murah di Pembuatan Photo Slide Show Murah

Minggu, 24 November 2013

Hari Guru di berbagai Negara

Bagi pembaca yang berprofesi sebagai guru , tulisan ini sebagai pengetahuan anda dan menambah wawasan kita. 



Amerika
  • Brazil: 15 Oktober (sejak 1963)
  • Meksiko: 15 Mei (sejak 1918)
  • Peru: 6 Juli (sejak 1953)

Asia
  • Hong Kong: 10 September (hingga 1997 : 28 September)
  • India: 5 September
Hari Guru Nasional diperingati bersama hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Hari Guru Nasional bukan hari libur resmi, dan dirayakan dalam bentuk upacara peringatan di sekolah-sekolah dan pemberian tanda jasa bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah. Guru di Indonesia dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.[4]
  • Singapura: 1 September (hari libur sekolah)
Eropa
Australia

Hari Jumat terakhir bulan Oktober dirayakan sebagai Hari Guru Sedunia di Australia.

Referensi

1.      ^ http://www.educar.cl/htm2006/quees7.htm Día del profesor.
2.      ^ Portal Educativo del Perú - Día del Maestro (bahasa Spanyol) Lihat bagian: Una fecha con Historia
3.      ^ http://www.ops.gov.ph/records/proc_no479.htm: OPS: National Teacher's Day
            ^ http://www.unotil.org/legal/IndonesianLaw/keppres/kp199478.htm

intagible value atau talenta






Setiap individu memiliki intagible value atau talenta.
Begitu pula dengan guru. Intangible value dalam konteks guru, kata Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, (Rhenald Kasali), adalah terkait dengan sikap.
 Seperti integritas, kejujuran, cerdas dan terbuka. “Integritas mengapa penting, guru harus bisa dipercaya murid-muridnya. Seorang guru harus bisa menunjukan dirinya bisa dipercaya muridnya sebagai guru yang hebat,”.
 Selain itu, seorang guru itu harus cerdas dan terbuka akan hal baru.
Guru harus mempelajari sesuatu yang baru. Hal ini agar guru tersebut mampu mengajarkan hal-hal yang bermanfaat kepada murid-muridnya.Dalam pelaksanaanya, memiliki intangible value tersebut memiliki beragam hambatan. Menurut Rhenald, hambatan yang pertama kerap terjadi adalah materialiasme. Menurutnya sifat materialisme ini kerap menghambat seorang guru memiliki sebuah intangible value yang baik.

sumber: http://www.kopertis12.or.id/2013/11/24/berita-edukasi-25-november-2013.html#sthash.D2CZnZtL.dpuf

Seputar Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional PNS

Salam untuk para pembaca, maaf tulisan ini hanya sekedar tambahan pengalaman untuk teman-teman guru dimana saja berada yang hari ini sedang menyambut hari jadi PGRI yang ke 68. Selamat Ulang Tahun Guru Nasional...,tahun  2013

 Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karier, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
 1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.
 2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.

A. Larangan memangku jabatan rangkap 1. PP no. 29 tahun 1997 tentang PNS yang menduduki jabatan rangkap 2. PP no. 47 tahun 2005 tentang Perubahan atas PP no. 29 tahun 1997 tentan PNS yang menduduki jabatan rangkap 3. PP no. 30 tahun 1980 tentang peraturan displin PNS (sudah diganti dengan PP no.53 tahun 2010) 4. 53 Tahun 2010: Disiplin Pegawai Negeri Sipil (situs asli) , pengganti PP no. 30 tahun 1980

 B. Pembebasan dari Jabatan Fungsional Pejabat fungsional dibebaskan sementara dari jabatannya apabila : 1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, atau
 2. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966,
3. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional yang dijabatnya,
4. Tugas belajar lebih dari 6 bulan, atau
5. Cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya.

C. Pengecualian untuk memangku Jabatan rangkap

1. PP no 29/1997 Pasal 2 ayat (2) untuk Jabatan Jaksa dan Peneliti
2. PP no 047/2005 Pasal 2 ayat (2) selain jabatan Jaksa dan Peneliti ditambah Perancang
3. Permendiknas no 67 tahun 2008 tentang pengangkatan pimpinan PTN Pasal 2 : dosen di lingkungan kemendiknas dapat diberi tugas tambahan dengan cara diangkat sebagai Pimpinan Perguruan Tinggi atau Pimpinan Fakultas
4. SE Dirjen no 2705 tentang pengangkatan pimpinan PTS
5. PP no 37 tahun 2009 pasal 18 ayat (1) s/d (6). PNS dosen yang sudah bertugas sebagai dosen paling sedikit 8 tahun dapat ditempatkan pada jabatan struktural di luar Perguruan Tinggi, dibebaskan sementara dari jabatan apabila ditugaskan secara penuh di luar jabatan dosen dan semua tunjangan yang berkaitan dengan tugas sebagai dosen diberhentikan sementara.
6. Kepmenkowasbangpan no 38/KEP/MK.WASPAN/8/1999 pasal 26 : Dosen dibebaskan sementara dari tuga-tugas jabatannya apabila dtugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional dosen

D. Pengangkatan dalam Jabatan Struktural Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus sebagai PNS. Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi PNS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangan. Eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural sesuai PP Nomor 13 Tahun 2002.

E. Pengangkatan dalam Jabatan Fungsionall Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Produk hukum yang mengatur pengangkatan dalam Jabatan Fungsional adalah PP No. 16 tahun 1994 dan Keppres No. 87 tahun 1999. Semoga bermanfaat, 

sumber: http://www.kopertis12.or.id/2010/08/03/seputar-jabatan-struktural-dan-jabatan-fungsional-pns.html#sthash.MM8bDVVi.dpuf

Selasa, 29 Oktober 2013

SIKAP DAN PERILAKU GURU YANG PROFESIONAL

Pendahuluan  uptdtksdkunduran

Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya kesekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005).
  
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang mampu mengisi lapangan kerja dan siap berwirausaha. 

Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng oleh segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman dalam memposisikan profesi guru.  
  
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan saling membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan ketidakpuasan dengan cara-cara yang tidak benar.    
           
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji adalah: Bagaimana sikap dan perilaku guru yang profesional itu? Mengapa sikap dan perilaku guru bisa menyimpang?

Konsep Dasar Sikap dan Perilaku
 
Walgito (1990) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2002) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.   
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.   
        
Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga komponen yang terdiri atas:   
                               
1. Komponen kognitif          
Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap.   

2. Komponen afektif            
Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.. komponen ini menunjukkan ke arah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (Azwar, 2002:26), secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.  
        
3. Komponen konatif           
Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi pemahaman terhadap objek sikap. Hasil pemahaman sikap individu mengakui dapat menimbulkan keyakinan-keyakinan tertentu terhadap suatu objek yang dapat berarti atau tidak berarti. Dalam setiap individu akan berkembang komponen afektif yang kemudian akan memberikan emosinya yang mungkin positif dan mungkin negatif. Bila penilaiannya positif akan menimbulkan rasa senang, sedangkan penilaian negatif akan menimbulkan perasaan tidak senang. Akhirnya berdasarkan penilaian tersebut akan mempengaruhi konasinya, melalui inilah akan mendapat diketahui apakah individu ada kecenderungan bertindak dalam bertingkah laku, baik hanya secara lisan maupun bertingkah laku secara nyata.

Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional  
         
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkan melalui pendidikan formal maupun menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran, ada tujuh kesalahan antara lain:
  1. mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,
  2. menunggu peserta didik berperilaku negatif,
  3. menggunakan destruktif discipline,
  4. mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,
  5. merasa diri paling pandai di kelasnya,
  6. tidak adil (diskriminatif), serta
  7. memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang Undang Dosen dan Guru, yakni:
  1. kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
  2. kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
  3. kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
  4. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan, tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2002: 15).            
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.            
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Mulyasa 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Keempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.
        
Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62).    Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.
Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:
kasih sayang,
penghargaan,
pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
kepercayaan,
kerjasama,
saling berbagi,
saling memotivasi,
saling mendengarkan,
saling berinteraksi secara positif,
saling menanamkan nilai-nilai moral,
saling mengingatkan dengan ketulusan hati,
saling menularkan antusiasme,
saling menggali potensi diri,
saling mengajari dengan kerendahan hati,
saling menginsiprasi,
saling menghormati perbedaan.
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.      
    
C. Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang  
    
Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu. Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa faktor.
Pertama, adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran.          
Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.         
Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.      
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang diungkapkan Plato dalam “Tipologo Plato“, bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan menahan hawa nafsu.           
Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.
Berikut ini ada 10 penyakit yang harus dihandari oleh seorang guru:
1.     TIPUS : Tidak punya selera
      Ketika lonceng tanda masuk telah berbunyi, guru yang mempunyai gejala tipus, masih berpur-pura mempersiapkan diri mencari buku-buku persiapan mengajar. Setelah itu mencari teman sejawat yang juga masuk kelas bersamaan pada jam tersebut untuk diajak ngobrol terlebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena guru tidak mempunyai persiapan yang matang sebelum masuk kelas.
2.    MUAL : mutu amat lemah         
Tanda-tanda mual ini dapat dari kepemilikan sumber bacaan dan sumber informasi yang dimiliki guru, bahan refrensi pembelajaran sudah ketinggalan jaman, dan banyak guru yang alergi dengan bahasa inggris. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional tidak bisa dielakkan..
3.    KUDIS : Kurang disipilin
Pemanfaatan waktu yang kurang efektif saat berinteraksi dengan peserta didik, tak jarang KUDIS ini menyebabkan kegiatan pembelajara selesai sebelum lonceng keluar dibunyikan.
4.    ASMA : Asal masuk kelas
Banyak yang beranggapan bahwa kalau guru masuk kelas tidak membawa buku adalah guru yang hebat, padahal setiap kegiatan pembelajaran siswa selalu mengalami perkembangan sesuai kemajuan informasi dan teknologi, dan guru tidak menyadari bahwa informasi yang diperoleh peserta didik sudah melebihi pengetahunan dan keterampilan yang dimiliki guru.
5.    TBC : Tak bisa computer
Penyakit ini dapat dilihat pada pelaksanaan Uji Kompetnsi Guru, dari kemampuan menjinakkan mouse di depan komputer, membuka internet, dan mengaskes materi pembelajaran.
6.     KUSTA : Kurang strategi
Strategi pembelajaran merupakan hasl yang sangat penting dalam belajar. Secara umum guru kurang menguasai strategi belajar sehingga banyak siswa yang keluar-masuk saat dia mengajar adalah salah satu ciri penderita kusta.
7.     KRAM : Kurang terampil
Keterampilan seorang guru dalam mengelola kelas, belumlah cukup untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Kemampuan individual guru dalam penguasaan materi, penggunaan alat-alat laboratorium dan evaluasi yang tepat adalah factor utama dalam pembelajaran.
8. ASAM URAT: Asal Sampai materi kurang akurat
      Penyakit asam urat terjadi bila saluran pembulut darah mengalami gangguan, demikian juga guru yang merupakan yang saluran informasi kepada siswa mengalami gangguan,apa yang terjadi? Guru tidak memiliki motivasi, tanggungjawab moral atau social sehingga pembelajaran hanya berupa informasi sekilas untuk mencapai target kurikulum.
9.    LESU : Lemah sumber
      Bila sebuah rangkaian listrik mengalami lemah sumber arus tak akan dapat menghidukan bola lampu yang jauh diatas gunung atau tak akan dapat mengihupkan motor listrik, akan mengakibatkan kerusakan pada system. Demikan halnya dalam belajar jika sumber lemah akan mengakibatkan perbedaan penafsiran, atau tidak bermanfaat sama sekali bagi peserta didik.
10. DIARE : dikelas anak-anak diremehkan
Mari para guru kita hindari penyakit-penyakit di atas Ada yang punya daftar penyakit lain yang harus dihindari? Silahkan sampaikan di kolom komentar. Dipastikan kesebelas penyakit di atas bisa menular dan sangat berbahaya bagi masa depan pendidikan di negeri kita, untuk itu waspadalah jangan sampai salah satu dari sebelas penyakit itu ada pada kita, dan jika memang sudah ada segera obati datangai dokter spesialis penyakit guru, perbanyak belajar, baca buku-buku bermutu, tingkatkan disiplin, sebelum masuk kelas lakukan persiapan sematang mungkin, pilih strategi dan metode yang cocok dengan materi ajar yang akan disampaikan, sekali-kali pergunakan media pembelajaran multimedia berbasis IT untuk membuktikan bahwa kita sebagai guru tidaklah gaptek dan memiliki keterampilan yang memadai. Dan dengan demikian materi yang kita sampaikan akan tepat sasaran karena diawali dengan penggunaan metode dan strategi yang tepat, libatkan anak untuk menyelesaikan masalah dan untuk menemukan materi yang diajarkan, jangan remehkan kemampuan anak, bahkan mungkin penemuan anak secara langsung akan materi ajar yg sedang dipelajari jauh akan membekas dalam ingatan daripada materi yang dijejali oleh guru. 

Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya. 

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang profesional adalah mampu menjadi teladan bagi para peserta didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang profesional mencakup enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati, saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.        
Sikap dan perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya berupa faktor eksternal dan internal. Oleh karena itu pendidik harus mampu mengatasi apabila kedua faktor tersebut menimbulkan hal-hal yang negatif.

Rujukan:

1. Azwar S. 2002. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2. Undang Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Quantum Teaching.
3. Mulyasa.E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung, Remaja Rosdakarya.
4. Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM